Pengertian Human Capital Management
Drucker menyatakan bahwa tantangan
organisasi masa kini adalah merespon pergeseran dari yang terfokus pada masalah
industri ekonomi ke arah knowledge ekonomi. Peregeseran ini meliputi seluruh
aspek manajemen organisasi yaitu efisiensi operasi, marketing, struktur
organisasi yang akan menghasilkan keuntungan bisnis yang lebih tinggi. Secara
kualitatif kontribusi human capital dipusatkan pada nilai dan tindakan manusia.
Stockley (2003) mendefinisikan pengertian
human capital adalah “The term of human capital is recognition that people
in organization and bisiness are an important an essential asset who contribute
to development and growth, in a similar way as physical asset such as machines
and money. The collective attitude, skill and abilities of people contribute to
organization performance and productivity. Any expenditure in training,
development, health and support is an investement not just an expense”. Artinya
bahwa human capital merupakan konsep menjelaskan bahwa manusia dalam organisasi
dan bisnis merupakan aset yang penting dan beresensi, yang memiliki sumbangan
terhadap pengembangan dan pertumbuhan, sama seperti halnya aset fisik misal
mesin dan modal kerja. Sikap dan ketrampilan dan kemampuan manusia memiliki
kontribusi terhadap kinerja dan produktivitas organisasi. Pengeluaran untuk
pelatihan, pengembangan, kesehatan dan dukungan merupakan investasi dan bukan
hanya biaya tapi merupakan investasi.
Menurut Edwinson dan malone (1997)“human
capital is the individual knowledge, experiance, capability, skills,
creativity, inovativeness.”
Knowledge meliputi pengetahuan mengenai
tes akademik yang diperoleh melalui pendidikan, skill adalah kemampuan untuk bekerja
/ memenuhi kemampuan praktikal.
Human capital berbeda dengan human
resources management, namun juga dapat bersinergis. Human capital lebih
memandang manusia sebagai asset intangible dan human resources management
memandang manusia sebagai cost atau beban biaya yang merugikan perusahaan..
Konsep human capital muncul, karena adanya pergeseran peranan sumber daya
manusia. Human capital muncul dari pemikiran bahwa manusia merupakan aset yang
memiliki banyak kelebihan yaitu kemampuan manusia apabila digunakan dan
disebarkan tidak akan berkurang melainkan bertambah baik bagi individu yang
bersangkutan maupun bagi organisasi, manusia mampu mengubah data menjadi
informasi yang bermakna, manusia mampu berbagi intelegensia dengan pihak lain.
Konsep human capital merupakan masalah
yang sangat menarik dan penting sejak terjadinya pergeseran dari ekonomi yang
berbasis industri kearah ekonomi yang mengarah pada kecantikan sistem
komunikasi, informasi, dan pengetahuan. Konsep human capital merupakan hal yang
penting yang dibutuhkan pada masa sekarang, berdasarkan pada :
a. Kuatnya tekanan persaingan keuntungan
finansial dan non finansial.
b. Pengakuan Pimpinan bisnis dan politik
tentang modal manusia vs peningkatan kinerja
c. Terjadi perubahan yang cepat yang
ditandai adanya proses dan teknologi yang baru tidak akan bertahan lama apabila
pesaing mampu mengadopsi teknologi yang sama. Namun, untuk mengimplementasikan
perubahan, tenaga kerja yang dimiliki industri harus memiliki skill dan
kemempuan yang lebih baik.
d. Untuk tumbuh dan beradaptasi,
kepemimpinan oraganisasi harus mengenali nilai dan kontribusi manusia.
Komponen Human Capital
Manusia adalah komponen yang sangat
penting di dalam proses inovasi. Manusia dengan segala kemampuannya bila
dikerahkan keseluruhannya akan menghasilkan kinerja yang luar biasa. Ada enam
komponen dari modal manusia menurut Ancok 2002 , yakni:
A. Modal intelektual
B. Modal emosional
C. Modal sosial
D. Modal ketabahan
E. Modal moral
F. Modal kesehatan
Keenam komponen modal manusia ini akan
muncul dalam sebuah kinerja yang optimum apabila disertai oleh modal
kepemimpinan dan modal struktur organisasi yang memberikan wahana kerja yang
mendukung. (Ancok, 2002)
A. Modal intelektual
Modal intelektual adalah perangkat yang
diperlukan untuk menemukaan peluang dan mengelola ancaman dalam kehidupan.
Banyak pakar yang mengatakan bahwa modal intelektual sangat besar peranannya di
dalam menambah nilai suatu kegiatan. Berbagai perusahaan yang unggul dan meraih
banyak keuntungan adalah perusahaan yang terus menerus mengembangkan sumber
daya manusianya (Ross, dkk, 1997).
Manusia harus memiliki sifat proaktif dan
inovatif untuk mengelola perubahan lingkungan kehidupan (ekonomi, sosial,
politik, teknologi, hukum dll) yang sangat tinggi kecepatannya. Mereka yang
tidak dapat beradaptasi pada perubahan akan merasakan kesulitan. Dalam kondisi
yang ditandai oleh perubahan yang super cepat manusia harus terus memperluas
dan mempertajam pengetahuannya dan mengembangkaan kreatifitasnya untuk
berinovasi.
Don Tappscott dalam bukunya ‘Digital
Ecomy: Promise and Peril in the Age of Networked Intelligence (1998)
mengemukakan 12 tema ekonomi baru akibat dari meluasnya pengaruh internet.
Salah satu tema ekonomi baru itu adalah tema ekonomi berbasis pengetahuan
(knowledge based economy). Hanya pekerja yang memiliki pengetahuan yang luas
dan terus menambah pengetahuan yang dapat beradaptasi dengan kondisi perubahan
lingkungan strategik yang luar biasa cepatnya.
Modal intelektual terletak pada kemauan
untuk berfikir dan kemampuan untuk memikirkan sesuatu yang baru, maka modal
intelektual tidak selalu ditentukan oleh tingkat pendidikan formal yang tinggi.
Banyak orang yang tidak memiliki pendidikan formal yang tinggi tetapi dia
seorang pemikir yang menghasilkan gagasan yang berkualitas.
B. Modal Emosional
Goldman menggunakan istilah Emotional
Intelligence untuk menggambarkan kemampuan manusia untuk mengenal dan mengelola
emosi diri sendiri, serta memahami emosi orang lain agar dia dapat mengambil
tindakan yang sesuai dalam berinteraksi dengan orang lain. Ada empat dimensi
dari kecerdasan emosional yakni (Bradberry & Greaves, 2005)
a. Self-Awareness
b. Self Management
c. Social Awareness
d. Relationship Management
a. Self-Awareness adalah kemampuan untuk
memahami emosi diri sendiri secara tepat dan akurat dalam berbagai situasi
secara konsisten. Bagaimana reaksi emosi di saat menghadapi suatu peristiwa
yang memancing emosi, sehingga seseorang dapat memahami respon emosi dirinya
sendiri dari segi positif maupun segi negatif.
b. Self Management adalah kemampuan
mengelola emosi secara baik, setelah memahami emosi yang sedang dirasakannya,
apakah emosi positif atau negatif. Kemampuan mengelola emosi secara positif
dalam berhadapan dengan emosi diri sendiri akan membuat seseorang dapat
merasakan kebahagiaan yang maksimal.
c. Social Awareness adalah kemampuan untuk
memahami emosi orang lain dari tindakannya yang tampak. Ini adalah kemampuan
berempati, memahami dan merasakan perasaan orang lain secara akurat. Dengan
adanya pemahaman ini individu sudah memiliki kesiapan untuk menanggapi situasi
emosi orang lain secara positif.
d. Relationship Management adalah
kemampuan orang untuk berinteraksi secara positif dengan orang lain, walaupun
orang lain tersebut memiliki emosi yang negatif. Kemampuan mengelola hubungan
dengan orang lain secara positif ini adalah hasil dari ketiga dimensi lain dari
kecerdasan emosi (self awareness, self management and sosial awareness).
Orang yang memiliki modal emosional yang
tinggi memiliki sikap positif di dalam menjalani kehidupan. Dia memiliki
pikiran positif (positive thingking) di dalam menilai sebuah fenomena kehidupan
meskipun itu dipandang buruk oleh orang lain. Khususnya di dalam menghadapi
perbedaan pendapat, orang yang memiliki modal emosional yang baik akan
menyikapinya dengan positif, sehingga diperoleh manfaat yang besar bagi
pengembangan diri, atau pengembangan sebuah konsep.
Modal intelektual akan berkembang atau
terhambat perkembangannya sangat ditentukan oleh modal emosional. Orang yang
hatinya terbuka dan bersikap positif dan terbuka serta menghindari penilaian
negatif atas sebuah pemikiran orang lain akan memperoleh manfaat dari perbedaan
pendapat tersebut. Modal intelektualnya akan bertambah dengan sikap positif.
Banyak hasil penelitian menunjukkan bahwa
inteligensi emosional ini lebih menentukan kesuksesan hidup seseorang dibanding
dengan IQ (Goleman, 1997). Beberapa tahun terakhir ini makin banyak pembicaraan
tentang pentingnya peranan inteligensi emosional (emotional intelligence) di
dalam menunjang kesuksesan hidup manusia (Goleman, 1996). Apa yang ditulis oleh
Daniel Goleman tersebut sangat sesuai dengan ajaran agama yang mengajar agar
orang bersifat sabar, dan lebih baik diam kalau tidak bisa memilih kata-kata
yang baik.
C. Modal Sosial
Istilah modal sosial (social capital)
sudah lama muncul dalam literatur. Istilah ini pertama kali muncul di tahun
1916 di saat ada diskusi tentang upaya membangun pusat pembelajaran masyarakat (Cohen
& Prusak, 2001). Konsep modal sosial diangkat kepermukaan sebagai wacana
ilmiah oleh James S. Coleman (1990). Pembahasan tentang konsep modal sosial
oleh Putnam (1993) yang menggambarkan kualitas kehidupan masyarakat Amerika
yang makin menurun dalam hal kelekatan antar sesama warga.
Konsep ini terdapat dalam dua buku yang
ditulis oleh Francis Fukuyama (1995, 2000). Yang pertama adalah Trust: The
Social Virtues and the Creation of Prosperity yang terbit tahun 1995. Kemudian
diikuti oleh buku yang kedua yaitu dengan judul The Great Depression: Human
Nature and the Reconstitution of Social Order yang diterbitkan di tahun 2000.
Di samping tulisan Fukuyama, buku tulisan Robert Putnam yang berjudul Bowling
Alone: The Collapse and Revival of American Community yang terbit tahun 2000
juga menjadi pedoman pembahasan terhadap konsep modal sosial. Selain itu muncul
berbagai artikel jurnal yang membahas topik tersebut dengan mengajukan berbagai
pendapat tentang apa yang dimaksud dengan modal sosial. Adler & Kwon (2002)
menyajikan reviw yang baik berisikan berbagai pandangan pakar tentang modal
sosial.
Munculnya berbagai tulisan tentang modal
sosial adalah suatu respon terhadap semakin merenggangnya hubungan antar
manusia., dan semakin melemahnya ketidakpedulian terhadap sesama manusia.
Di mata Fukuyama (2000) transisi
masyarakat dari masyarakat industri menuju masyarakat informasi semakin
memperenggang ikatan sosial dan melahirkan banyaknya patologi sosial seperti
meningkatnya angka kejahatan, anak-anak lahir di luar nikah dan menurunnya
kepercayaan pada sesama komponen masyarakat.
Dalam upaya membangun sebuah bangsa yang
kompetitif peranan modal sosial semakin penting. Banyak kontribusi modal sosial
untuk kesuksesan suatu masyarakat. Dalam era informasi yang ditandai semakin
berkurangnya kontak berhadapan muka (face to face relationship), modal sosial
sebagai bagian dari modal maya (virtual capital) akan semakin menonjol
peranannya (Ancok, 1998)
Pandangan para pakar dalam mendefinisikan
konsep modal sosial dapat dikategorikan ke dalam dua kelompok. Kelompok pertama
menekankan pada jaringan hubungan sosial (social net-work), sedangkan kelompok
kedua lebih menekankan pada karakteristik (traits) yang melekat (embedded) pada
diri individu manusia yang terlibat dalam sebuah interaksi sosial.
Pendapat kelompok pertama ini diwakili
antara lain oleh para pakar berikut. Brehm & Rahn ( 1997, p. 999)
berpendapat bahwa modal sosial adalah” jaringan kerjasama di antara warga
masyarakat yang memfasilitasi pencarian solusi dari permasalahan yang dihadapi
mereka”. Definisi lain dikemukan oleh Pennar (1997, p.154) “the web of social
relationships that influences individual behavior and thereby affects economic
growth” ( “jaringan hubungan sosial yang mempengaruhi perilaku individual yang
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi). Woolcock (1998,p. 153) mendefinisikan modal
sosial sebagai “the information, trust, and norms of reciprocity inhering in
one’s social networks”. Cohen dan Prusak (2001, p.3) berpendapat bahwa” Social
capital consists of the stock of active connections among people: the trust,
mutual understanding and shared values and behaviours that bind the members of
human networks and communities and make cooperative action possible. (Modal
sosial adalah kumpulan dari hubungan yang aktif di antara manusia: rasa
percaya, saling pengertian dan kesamaan nilai dan perilaku yang mengikat
anggota dalam sebuah jaringan kerja dan komunitas yang memungkinkan adanya
kerjasama).
Pandangan kelompok pertama menekankan pada
aspek jaringan hubungan sosial yang diikat oleh kepemilikan informasi, rasa
percaya, saling memahami, dan kesamaan nilai, dan saling mendukung. Menurut
pandangan kelompok ini modal sosial akan semakin kuat apabila sebuah komunitas
atau organisasi memiliki jaringan hubungan kerjasama, baik secara internal
komunitas/organisasi, atau hubungan kerjasama yang bersifat antar
komunitas/organisasi. Jaringan kerjasama yang sinergistik yang merupakan modal
sosial akan memberikan banyak manfaat bagi kehidupan bersama.
Pendapat pakar dari kelompok kedua
diwakili antara lain oleh Fukuyama. Fukuyama (1997) menjelaskan bahwa “Social
capital can be defined simply as the existence of a certain set of informal
values or norms shared among members of a group that permit cooperation among
them. (Modal sosial adalah serangkaian nilai-nilai atau norma-norma informal
yang dimiliki bersama di antara para anggota suatu kelompok masyarakat yang
memungkinkan terjalinnya kerjasama di antara mereka).
Sebuah organisasi adalah kumpulan sejumlah
manusia yang saling berinteraksi dan bekerja sama untuk mencapai tujuan
organisasi. Selain itu sebuah organisasi harus bekerja sama dengan organisasi
lain untuk mencapai kesuksesan yang lebih besar. Kerjasama dengan organisasi
lain ini diwujudkan dalam sebuah aliansi strategik (strategic alliances), atau
dalam sebuah pengabungan (merger) organisasi. Modal sosial adalah dasar bagi
terbentuknya sinergi di dalam melaksanakan tugas organisasi. Dengan bersinergi
dapatlah diperoleh hasil kerja yang lebih besar, jika dibandingkan dengan
bekerja sendiri. Dengan bahasa sederhana jika dua orang bekerja sendiri-sendiri
masing-masing orang hanya dapat menyelesaikan satu pekerjaan saja, dengan
bersinergi dengan orang lain masing-masing orang bisa menyelesaikan lebih
banyak pekerjaan lainnya.
Modal Intelektual baru akan berkembang
bila masing-masing orang berbagi wawasan. Untuk dapat berbagi wawasan orang
harus membangun jaringan hubungan sosial dengan orang lainnya. Kemampuan
membangun jaringan sosial inilah yang disebut dengan modal sosial. Semakin luas
pergaulan seseorang dan semakin luas jaringan hubungan sosial (social
networking) semakin tinggi nilai seseorang.
Modal sosial dimanifestasikan pula dalam
kemampuan untuk bisa hidup dalam perbedaan dan menghargai perbedaan
(diversity). Pengakuan dan penghargaan atas perbedaan adalah suatu syarat
tumbuhnya kreativitas dan sinergi. Kemampuan bergaul dengan orang yang berbeda,
dan menghargai dan memanfaatkan secara bersama perbedaan tersebut akan
memberikan kebaikan untuk semua karyawan.
D. Modal Ketabahan (Adversity
Capital)
Konsep modal ketabahan berasal dari
pandangan Paul G. Stoltz yang ditulis dalam buku Adversity Quotient: Turning
Obstacles into Opportunities ( 1997). Ketabahan adalah modal untuk sukses dalam
kehidupan, apakah itu kehidupan pribadi ataukah kehidupan sebuah organsanisasi
. Khususnya di saat menghadapi kesulitan, atau problem yang belum terpecahkan
hanya mereka yang tabah yang akan berhasil menyelesaikannya. Demikian pula bila
seuah perusahaan sedang dilanda kesulitan karena tantangan berat yang
dihadapinya karena kehadiran perubahan lingkungan yang membuat cara kerja lama
tidak lagi memadai.
Berdasarkan perumpamaan pada para pendaki
gunung, Stoltz membedakan tiga tipe manusia, quitter, camper dan climber. Tipe
pendaki gunung yang mudah menyerah dinamainya dengan quitter yakni orang yang
bila berhadapan dengan masalah memilih untuk melarikan diri dari masalah dan
tidak mau menghadapi tantangan guna menaklukkan masalah. Orang seperti ini akan
sangat tidak efektif dalam menghadapi tugas kehidupan yang berisi tantangan.
Demikian pula dia tidak efektif sebagai pekerja sebuah organisasi bila dia
tidak kuat.
Tipe camper adalah tipe yang berusaha tapi
tidak sepenuh hati. Bila dia menghadapi sesuatu tantangan dia berusaha untuk
mengatasinya, tapi dia tidak berusaha mengatasi persoalan dengan segala
kemapuan yang dimilikinya. Dia bukan tipe orang yang akan mengerahkan segala
potensi yang dimilikinya untuk menjawab tantangan yang dihadapinya. Bila
tantangan persoalan cukup berat dan dia sudah berusaha mengatasinya tapi tidak
berhasil, maka dia akan melupakan keinginannya dan beralih ke tempat lain yang
tidak memiliki tantangan seberat itu.
Tipe ketiga adalah climber yang memiliki
stamina yang luar biasa di dalam menyelesaikan masalah . Dia tipe orang yang
pantang menyerah sesulit apapun situasi yang dihadapinya. Dia adalah pekerja
yang produktif bagi organisasi tempat dia bekerja. Orang tipe ini memiliki visi
dan cita-cita yang jelas dalam kehidupannya. Kehidupan dijalaninya dengan sebuah
tata nilai yang mulia, bahwa berjalan harus sampai ketujuan. Orang yang tipe
ini ingin selalu menyelesaikan pekerjaan dengan tuntas (sense of closure)
dengan berpegang teguh pada sebuah prinsip etika. Dia bukan tipe manusia yang
ingin berhasil tanpa usaha. Bagi dia hal yang utama bukanlah tercapainya puncak
gunung, tetapi adalah keberhasilan menjalani proses pendakian yang sulit dan
menegangkan hingga mencapai puncak.
E. Modal Moral
Banyak penelitian menunjukkan bahwa
kinerja perusahaan sangat tergantung pada sejauh mana perusahaan berpegang pada
prinsip etika bisnis di dalam kegiatan bisnis yang dilakukannya. Untuk
berperilaku sesuai dengan kaidah etik perusahaan memiliki berbagai perangkat
pendukung etik, yang salah satunya adalah manusia yang memiliki moral yang
tidak berperilaku yang melanggar etik. Kehancuran dan kemunduran berbagai
perusahaan besar di USA seperti Enron (perusahaan listrik terbesar), dan Arthur
Anderson (perusahaan konsultan keuangan yang beroperasi di seluruh dunia)
disebabkan oleh perilaku bisnis yang melanggar etika bisnis. Demikian pula
dengan kasus krisis keuangan di Indonesia tahun 1997-1978 yang membuat
perbankan Indonesia bangkrut karena kasus BLBI (Bantuan Likuiditas Bank
Indonesia) adalah disebabkan oleh perilaku para pemain bisnis yang tidak
berpegang pada etika bisnis.
Banyak hasil penelitian menunjukkan bahwa
perusahaan yang berpegang pada prinsip etika memiliki citra perusahaan yang
baik. Citra ini tidak hanya membuat orang suka membeli produk dan jasa
perusahaan tersebut, tetapi juga membuat harga saham di pasar bursa meningkat
secara signifikan. Selain itu perusahaan yang berperilaku etikal juga akan
menarik banyak calon pekerja yang berkualitas untuk melamar menjadi pekerja di
perusahaan tersebut (lihat Strategic Finance, vol 83, No. 7, p.20, January
2002). Sebaliknya kalau sebuah perusahaan melakukan perilaku yang melanggar
etika bisnis maka kerugianlah yang akan dialaminya. Sebagai contoh sepatu Nike
kehilangan banyak pembeli setelah ada publikasi yang luas mengenai anak-anak di
bawah umur yang bekerja di perusahaan nike di negara dunia ke tiga penbuat
sepatu Nike. Menurut Doug Lennick & Fred Kiel (2005) alat pengukur Moral
Competency Inventory ( Inventori untuk mengukur kompetensi moral). Ada empat
komponen modal moral yang membuat seseorang memiliki kecerdasan moral yang
tinggi yakni:
1. Integritas (integrity), yakni kemauan
untuk mengintegrasikan nilai-nilai universal di dalam perilaku. Individu
memilih berperilaku yang tidak bertentangan dengan kaidah perilaku etikal yang
universal. Orang berperilaku atas keyakinan bahwa perilaku dalam bekerja yang
etikal adalah sesuatu yang harus dilakukan dan akan membuat dirinya bersalah
jika hal itu dilakukan.
2. Bertanggung-jawab (responsibility) atas
perbuatan yang dilakukannya. Hanya orang-orang yang mau bertanggung-jawab atas
tindakannya dan memahami konsekuensi dari tindakannya yang bisa berbuat sejalan
dengan prinsip etik yang universal.
3. Penyayang (compassionate) adalah tipe
orang yang tidak akan merugikan orang lain, karena dia menyadari memberi kasih
sayang pada orang lain adalah juga sama dengan memberi kasih sayang pada diri
sendiri. Orang yang melanggar etika adalah orang yang tidak memiliki kasih
sayang pada orang lain yang dirugikan akibat perbuatannya yang melanggar hak
orang lain.
4. Pemaaf (forgiveness) adalah sifat yang
diberikan pada sesama manusia. Orang yang memiliki kecerdasan moral yang tinggi
bukanlah tipe orang pendendam yang membalas perilaku yang tidak menyenangkan
dengan cara yang tidak menyenangkan pula. Sama halnya dengan modal intelektual
yang berbasis pada kecerdasan intelektual maka modal moral dasarnya adalah
kecerdasan moral yang berbasis pada empat kompetensi moral di atas.
Modal moral menjadi semakin penting
peranannya karena upaya membangun manusia yang cerdas dengan IQ tinggi dan
manusia yang pandai mengelola emosinya dalam berhubungan dengan orang lain
tidaklah menghantarkan manusia pada kebermaknaan hidup. Kebermaknaan hidup
adalah sebuah motivasi yang kuat yang mendorong orang untuk melakukan sesuatu
kegiatan yang berguna. Hidup yang berguna adalah hidup yang memberi makna pada
diri sendiri dan orang lain. Selain itu modal moral ini juga memberikan
perasaan hidup yang komplit (wholeness). Inilah yang disebut oleh Abraham
maslow dengan ‘Peak Experience’ , perasaan yang muncul karena kedekatan dengan
sang Pencipta. Konsep yang demikian ini banyak yang menyebutnya dengan istilah
modal spiritual (lihat Sinetar, 2000). Stephen Covey (1986) memasukkan bagian
dari hal yang bersifat spiritual ini dalam bagian kegiatan manusia yang harus
ditingkatkan agar manusia menjadi manusia yang efektif. Bagi orang beragama
modal intelektual, emosional, modal sosial, modal ketabahan dan modal moral
yang dibicarakan di atas adalah bagian dari ekspresi Modal spiritual. Semakin
tinggi iman dan takwa seseorang semakin tinggi pula ke lima modal di atas.
Namun demikian banyak orang yang menyarankan agar modal spiritual dipisahkan
dari kelima modal di atas, dengan tujuan untuk semakin menekankan betapa
pentingnya upaya pengembangan spiritualitas dan keberagamaan manusia. Di mata
orang yang berpandangan demikian, agama akan menjadi pembimbing kehidupan agar
tidak menjadi egostik yang orientasinya hanya memikirkan kepentingan dirinya
sendiri. Oleh karena itu upaya untuk mengembangkan keagamaan adalah bagian
mutlak dan utama bagi tumbuhnya masyarakat yang makmur dan sejahtera serta aman
dan damai.
F. Modal Kesehatan
Badan atau raga adalah wadah untuk
mendukung manifestasi semua modal di atas. Badan yang tidak sehat akan membuat
semua modal di atas tidak muncul dengan maksimal. Oleh karena itu kesehatan
adalah bagian dari modal manusia agar dia bisa bekerja dan berfikir secara
produktif. Stephen Covey (1986) dalam buku yang berjudul “Seven Habits of
Highly Effective People”, mengatakan bahwa kesehatan adalah bagian dari
kehidupan yang harus selalu dijaga dan ditingkatkan kualitasnya sebagai
pendukung manusia yang efektif. Bila badan sedang sakit semua sistim tubuh kita
menjadi terganggu fungsinya, akibatnya kita jadi malas berfikir dan berbuat
(modal intelektual) , dan seringkali emosi (modal emosional) kita mudah
terganggu kestabilannya, dan seringkali kita mudah menyerah menghadapi
tantangan hidup (modal ketabahan). Selain itu semangat untuk berinteraksi
dengan orang lain (modal sosial) dengan orang lainpun menjadi berkurang.
Jadi kesehatan merupakan sesuatu yang
harus dijaga kestabilannya karena apabila kesehatan tidak stabil maka akan
mempengaruhi tingkat kinerja dan produktivitas seseorang.
Pengelolaan Human Capital
Pengelolaan human capital dilakukan untuk
mengetahui kualitas dari pekerja dalam organisasi. Pengelolaan Human capital
dilakukan melalui tiga tahap yaitu :
a. Identifikasi kesiapan human capital
b. Pengembangan human capital
c. Pengukuran human capital
Identifikasi kesiapan human capital
Identifikasi human capital bertujuan untuk
mengetahui kesiapan kompetensi individu untuk dilakukan pengembangan manusia.
Proses identifikasi ini meliputi :
a) Strategic job families
b) Pengembangan profil competenc
c) penilaian kesiapan human capital
a) Strategic job families
Menentukan pekerjaan-pekerjaan yang
memiliki dampak yang tinggi terhadap strategi peningkatan kualitas. Dalam hal
ini, penilai harus mengetahui pekerjaan yang strategis dan orang-orang yang
memiliki potensi untuk menempati pekerjaan tersebut.
b) Pengembangan profil competenc
Pada tahap ini dirinci kebutuhan pekerjaan
yang detail dan tugas-tugas yang mengacu pada profil kompetensi tertentu.
Profit kompetensi ini menggambarkan pengetahuan, skill dan value yang
diperlukan untuk keberhasilan karyawan dalam pekerjaanya. Pengetahuan meliputi
latar belakang umum pengetahuan yang harus dimiliki. Skill berperan untuk
melengkapi kemampuan pengetahuan dasar. Nilai merupakan karakteristik /
perilaku yang menghasilkan performance pada pekerjaan tertentu.
c) penilaian kesiapan human capital
Pada langkah ini, menilai kapabilitas yang
ada dengan kompetensi karyawan untuk pelaksanaan strategi job families.
Pengembangan Human Capital
Untuk mencapai tingkat kinerja yang ingin
dicapai dengan lebih cepat dan murah, program pengembangan human capital hanya
difokuskan dalam jumlah sedikit dari karyawan-karyawan dalam pekerjaan yang
strategis. Hal ini akan lebih mengefisenkan pengeluaran untuk program-program
human resources. Program untuk mengembangkan kompetensi individu dalam strategi
job families harus dipisahkan dengan pengeluaran operasional tahunan,kemajuan
dalam penutupan kesenjangan kompetensi.
Terdapat dua kunci dalam pengembangan
human capital yaitu :
a. Manusia adalah aset yang memiliki nilai
yang dapat ditingkatkan melalui infestasi. Dalam human capital ,hal ini
bertujuan untuk memaksimalkan nilai organisasi dengan mengatur resiko. Jika
nilai manusia meningkat , maka kinerja orang meningkat, kapasitas meningkat,
dan nilai untuk pelanggan dan stakeholder lain meningkat.
b. Kebijakan human capital harus sesuai
dengan dukungan visi dan misi organisasi, corevalue, dan tujuan organisasi
yaitu misi dan visi, tujuan dan strategi telah didefinisikan sebagai arahan
yang telah dirancang untuk dapat diimplementasikan dan dinilai oleh sebuah
standar, bagaimana konsep human capital ini dapat membantu organisasi mencapai
visinya.
Pengembangan human capital disebut dengan
the strategic value model. Yang dimaksud the strategic value model adalah
setiap orang diharuskan memiliki strategi dalam penyusunan nilai dan menentukan
skala prioritas yang sesuai dengan tujuan.
Pengembangan human capital ini antara lain
dapat dilakukan melalui:
1. Internalisasi Corporate Culture
Pada tahap internalisasi, budaya perlu
dikelola atau di manage. Tahap ini dapat dicapai jika budaya perusahaan dapat
diukur (measurable). Internalisasi corporate culture perlu mendapatkan
perhatian serius dari berbagai pihak yang terlibat dan kompeten, bagaimana
membuat budaya perusahaan menjadi terlihat (tangible).
Dengan adanya internalisasi coorporate
culture, maka akan terlihat bahwa si A dari Bank X sedangkan B dari Bank Y,
hanya melihat dari sikap dan perilaku. Keadaan ini disebabkan secara tidak
sadar baik A dan B telah tumbuh dan memahami nilai-nilai yang berlaku di Bank
masing-masing, sehingga sikap dan perilakunya akan mengikuti pola yang ada di
perusahaan masing-masing.
2. Memastikan pelaksanaan Good Corporate
Governance
Good corporate governance merupakan
seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus
atau pengelola perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para
pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan
hak-hak dan kewajiban atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan
mengendalikan peraturan.(FCGI, 2002)
Prinsip utama dalam GCG menurut Soenarto
(2003) terdiri dari :
1) Keterbukaan
2) Integritas
3) Akuntabilitas
3. Mengembangkan SDM profesional sebagai
human capital yang produktif dan prudent
SDM yang profesional diharapkan bisa
bekerja sangat efektif dengan bisa menentukan prioritas secara bijaksana untuk
meningktakan produktivitas organisasi.
4. Menciptakan pemimpin/leader sebagai
role model & people manager
Seorang pemimpin tidak hanya bisa menjadi
orang yang menuntut karyawannya untuk berperilaku atau bertindak sesuai dengan
tuntutan organisasi, melainkan seorang pemimpin juga sebagai role model (model
panutan). Yang dimaksud dengan model panutan adalah seorang pemimpin yang
meyakini kebenaran nilai baik yang diajarkannya sehingga mampu menerapkannya
dalam perilaku sehari-hari. Tidak ada kekuatan yang besar dari pemimpin tanpa
menjadikan dirinya contoh atau panutan.
Pengembangan human capital tidak hanya
menciptakan seorang kader sebagai role model saja, melainkan dengan menciptakan
seorang pemimpin atau kader yang mampu mengatur orang-orang atau pekerja yang
disebut people manager. Karena leader sebagai people manager yang sangat
penting dalam perkembangan human capital juga agar tetap pada tujuan organisasi
yang efektif.
5. Menegakkan dan meningkatkan kepatuhan
hukum.
Dalam mengembangkan human capital bisa
dilakukan dengan menegakkan dan meningkatkan kepatuhan hukum. Menegakkan dan
meningkatkan kepatuhan hukum diharapkan dapat menciptakan lingkungan organisasi
yang sesuai dengan visi organisasi tersebut sehingga human capital dapat
dikembangkan.
Pengukuran Human Capital
Rancangan ukuran human capital diharapkan
dapat memberikan data- data baru dan mampu menunjukkan hasil dengan akurat.
Selama ini, jarang sekali dilakukan penilaian dampak dari progran human
capital. Organisasi bisnis dapat menilai human capital dari aspek satuan
standar akuntasi dalam income statement dan balance sheet, selain itu juga
melalui ROI (return of investment). Dalam hal ini pengukuran ROI ditujukan
untuk mengukur kinerja personil, sistem data dan informasi yang saling
mendukung untuk menghasilkan profitabilitas.
Terdapat tiga tingkatan yang harus
diperhatikan dalam menetapkan ukuran dan agar human capital dapat diukur yaitu
:
a. Tahap pertama, menyesuaikan human
capital dengan tujuan perusahaan yang telah ditetapkan. Sehingga human capital
yang didapat sesuai dengan yang dibutuhkan oleh perusahaan. Tujuan ini meliputi
strategi keuangan, pelanggan dan tujuan SDM.
b. Unit bisnis, dalam tahapan ini
mengamati perubahan dalam layanan tingkat menengah, kualitas dan hasil-hasil
produktif. Pengukuran merupakan hal yang fundamental untuk mengetahui nilai dan
perkembangan perusahaan. Tujuan dari rangkaian seluruh kegiatan bisnis adalah
meningkatkan kualitas, produktivitas, seluruh perubahan yang diukur dengan
beberapa kombinasi dari biaya, waktu, volume, kesalahan dan tindakan-tindakan
manusia.
c. Manajemen human resources berdampak
pada manajemen human capital yang meliputi perencanaan, perekrutan, kompensasi
pengembangan dan mempertahankan human capital perusahaan.
Pengukuran human capital lebih menyeluruh
dibandingkan pengukuran manajerial dengan pengukuran perspektif finansial
tradisional hal ini disebabkan
1) Tanggung jawab manajemen pada saat
sekarang adalah informasi yang berdasarkan aktivitas pekerjaan-pekerjaan yang
merupakan hal yang perlu disertakan dengan data finansial.
2) Data finansial menceritakan apa yang
telah terjadi. Data human capital menginformasikan mengapa hal ini terjadi.
3) Apabila kita ingin memanage masa yang
akan datang, dari waktu yang lampau, maka kita perlu indikator antara.
Informasi merupakan kunci dari kinerja
manajemen dan peningkatan informasi yang dapat berguna apabila informasi
disebarkan. Tipe Data Yang Diukur dalam Human Capital Terdapat tiga tipe data,
yaitu organizational, relational dan human yang harus terintegrasi dalam
pengukuran organisasi :
a) Data organisasi menginformasikan
kepemilikan perusahaan.
b) Data relational menginformasikan
kondisi di luar organisasi seperti pelanggan, pesaing, pasar dan kebutuhan/
keinginan stakeholder lain dari perusahaan.
c) Data human menginformasikan bagaimana
aset-aset aktif yaitu manusia menjalankan organisasi untuk mencapai tujuan.
Apabila kita dapat memahami bagaimana
ketiga data ini berhubungan satu sama lain dimana ketiganya saling mendukung
dan mengarahkan, maka konsep ini disebut intelektual capital. Terdapat beberapa
macam cara Pengukuran HC, antara lain :
1. Pengukuran Dampak Human capital
Terhadap Proses
Organisasi merupakan kumpulan dari proses.
Proses berlangsung dalam unit bisnis. Ekonomi value added merupakan ukuran
terbaik untuk proses. Ukuran dampak human capital terhadap proses ini
memberikan 5 point nilai tambah yaitu :
a. Setting requirement Setiap proses
membutuhkan pengaturan-pengaturan tertentu, dimana pengaturan tersebut
disesuaikan dengan visi, misi, serta tujuan perusahaan.
b. Interference from outside the process,
melalui partnerisasi dengan unit lain yang memberi dampak pada proses, maka
proses akan berjalan tepat waktu dan memberikan hasil yang terbaik. (contoh:
seorang tenaga kesehatan perlu berhubungan dengan unit lain misalnya administrasi
pada kelurahan. Dimana dengan adanya partnerisasi lintas sektor ini dapat
membantu tenaga kesehatan untuk memperoleh data tentang masyarakat)
c. Proses yang ditujukan pada perorangan,
melalui training(pelatihan), komunikasi, pengawasan, dan insentif. Hal tersebut
dibutuhkan untuk membantu kinerja seseorang pada tingkat yang diharapkan.
d. Feedback, informasi yang akurat dapat
menurunkan kesalahan dan mempersingkat waktu untuk membetulkan deviasi dari
tingkatan tertentu.
e. Konsekuensi dengan memberikan
penghargan atau tindakan-tindakan koreksi pada kebiasaan dan waktu yang benar
Peningkatkan proses dapat menghasilkan
banyak nilai, yang diukur secara finansial, karena jika kita menghemat waktu,
maka kita bisa menghemat uang.
2. Pengukuran Dampak Human capital
Terhadap Hasil
Ukuran yang terfokus pada hasil, yang
diukur dari peningkatan kinerja yang dapat mengarah pada investasi dalam aset
bisnis misalnya ROI (return on investment) dan program training yaitu:
a. Hasil unit bisnis, yang terdiri dari kinerja
organisasi, yaitu kinerja finansial tradisional seperti economis value added
(EVA), pertumbuhan penjualan, pangsa pasar dan kinerja saham.
b. Faktor pendorong kinerja utama yang
secara langsung berkontribusi terhadap unit bisnis/hasil di perusahaan seperti
: produktivitas, kualitas, inovasi dan kepuasan konsumen yang dicantumkan dalam
balanced scorecard.
c. Kapabilitas human capital yang diukur
dari :
kualitas manusia dalam mencapai
hasil-hasil bisnis kritis seperti workforce proficiencyadaptasi keterikatan
kerja dan tenaga kerja.
d. Proses pengembangan human capital yang
hasilnya berupa kemampuan human capital, sumber daya dan operasi. Termasuk
dalam evaluasi ini adalah proses kinerja dan proses human capital yang lebih
luas seperti layanan pembelajaran dan manajemen pengetahuan.
Ukuran diatas, merupakan teknik pengukuran
untuk mengidentifikasi kebutuhan khusus perusahaan dan solusi pencapaian target
yang sesuai dengan kebutuhan.
3. Pengukuran Aspek Financial Human
capital Manajemen
Ukuran finansial human capital terdiri
atas ukuran Return On Investment (ROI). ROI dalam human capital menurut
Fitz-End (1999) dapat dilihat dari :
1. Revenue per Employee
Rasio antara SDM dan finansial diukur
dengan revenue per employee. Ukuran ini mengukur bagaimana karyawan dapat
memberikan kontribusi finansial berupa jumlah penjualan terhadap atau bagaimana
tenaga edukatif dan tenaga administratif memberi kontribusi terhadap tujuan
perusahaan.
2. Human capital Revenue Factor ( HCRF)
Hal ini merupakan ukuran dasar dari
produktivitas manusia dengan menganalisis berapa banyak waktu yang diperlukan
untuk menghasilkan sejumlah penjualan. Penerapan di bidang kesehatan dilihat
dari berapa banyak waktu yg dibutuhkan untuk melakukan survei penduduk dalam
suatu periode tertentu, dan menghasilkan penelitian ilmiah dibidang kesehatan.
3. Human Economic Value Added (HEVA)
Tujuan dari ukuran ini adalah untuk
menentukan bahwa tindakan manajerial telah menambah nilai ekonomis, bukan hanya
laporan keuangan yang diberikan secara umum. HEVA merupakan turunan dari EVA
(Economic value added) yaitu:
Dalam perhitungan HEVA, melibatkan aspek
SDM, yakni berapa banyak jam kerja penuh (full time) yang telah dilakukan oleh
karyawan yang dapat menghasilkan laba bersih setelah cost of capital. HEVA
dihitung dengan cara :
Semakin tinggi nilai HEVA maka semakin
tinggi keuntungan yang dihasilkan oleh karyawan. Hal ini berati bahwa secara
finansial, pelaksanaan program human capital manajemen baik.
4. Human Capital cost of Factor (HCCF)
Dalam menghitung besaran HCCF ini maka
perlu diketahui konsep- konsep mengenai cost of capital. Terdapat empat Prinsip
Cost Of capital yaitu :
1. Pay and benefit cost for employees
2. Pay cost for contingent
3. The cost of absteeism
4. The cost of turnover
Dari prinsip diatas, pay diartikan sebagai
pembayaran kompensasi tunai yang sedang berjalan (current) dan tidak termasuk
pembayaran kompensasi jangka panjang. Benefit cost adalah sejumlah uang yang
dibayarkan sebagai biaya oleh perusahaan untuk mendapatkan jasa-jasa/manfaat
dari karyawan. Absteeism, merupakan biaya perusahaan untuk karyawan tidak
mengerjakan tugas yang diberikan. turnover, merupakan biaya yang dikeluarkan
oleh perusahaan termasuk pemberhentian karyawan dan biaya penempatan.
Keuntungan dan kerugian yang berada dalam kurva pembelajaran produktivitas
(learning curve productivity), adalah Kombinasi dari biaya kompensasai tunai
(pay), benefit cost, opportunity cost (contingent), absense dan perputaran
karyawan merupakan total cost of human capital dalam organisasi. maka HCCF
dapat dirumuskan menjadi :
Berdasarkan persamaan tersebut, apabila
nilai HCCF yang diperoleh tinggi, maka program human capital yang dilakukan
buruk, karena karyawan tidak mampu memberikan hasil yang terbaik dan memberikan
pengeluaran yang tinggi.
5. Human capital value added (HCVA)
Human capital value added diperoleh dari
rasio pengurangan penjualan dengan total pengeluaran dan kompensasi dan benefit
cost per jumlah waktu kerja penuh yang diberikan oleh karyawan. Ukuran ini
dirumuskan dengan :
Berdasarkan rasio diatas, maka apabila
rasio ini tinggi, maka pelaksanaan program human capital yang dilakukan baik,
hal ini berarti, setiap jam kerja penuh karyawan dapat memberikan kontribusi
terhadap penjualan setelah dikurangi kompensasi dan benefit cost.
6. Human Capital Return on Investment
(HCROI)(depe)
Ukuran ini diperoleh dengan membandingkan
penjualan yang telah dilakukan dikurangi total biaya, kompensasi dan benefit
cost terhadap pembayaran kompensasai (pay) dan cost benefit. Ukuran ini
dirumuskan menjadi ;
Berdasarkan rumusan diatas, nilai rasio
ini berarti kemampuan perusahaan/lembaga untuk menutupi pengeluaran, biaya
kompensasi dan benefit cost.
7. Human Capital Market Value (HCMV)
Ukuran ini diperoleh dari membandingkan
selisih nilai pasar aktiva dengan nilai terhadap jam kerja penuh karyawan.
Ukuran ini dirumuskan menjadi :
Pengukuran keberhasilan program human
capital misalnya training dapat diamati dari dampaknya terhadap :
1. Kemampuan mengoperasikan mesin/layanan
baik individu maupun kelompok
2. Kemampuan karyawan menunjukkan kualitas
kerjanya
3. Seberapa cepat produk baru di pasarkan
4. Produktivitas tenaga kerja
4. Ukuran Accenture Human capital
Development Framework
Ukuran ini memungkinkan organisasi untuk
mendiagnosa kekuatan dan kelemahan dalam proses kunci human capital, prioritas
investasi, perkembangan kinerja dan evaluasi seluruh dampak investasi dalam
bisnis. Untuk mendapatkan kinerja organisasi yang tinggi maka setiap institusi
tergantung pada tiga hal yaitu manusia, proses, dan teknologi. Hal yang paling
penting adalah manusia, karena manusia memiliki karakteristik serta kapasitas.
Prinsip pengukuran human capital menurut Acecenture HC Development adalah :
a. Penekanan pada investasi untuk
meningkatkan nilai individu dan tenaga kerja pada umumnya.
b. Meliti kembali apakah organisasi telah
menetapkan visi yang jelas dan disebarkan (seperti misi, visi, nilai inti,
tujuan dan strategi)
5. Ukuran Human capital Assesment and
Accountability Framework (HCAAF)
Menurut pendapat ini, human capital system
generally means the related set of policies and practices that an agency uses
to accomplish some aspect of human capital management. Dalam pengertian ini,
sistem human capital berhubungan dengan rangkaian kebijakan dan praktik yang
digunakan oleh organisasi untuk menyukseskan program human capital.
Prinsip-prinsip sistem layanan tersebut pada intinya meliputi perencanaan
penyusunan tujuan, penerapan dan evaluasi. Kelima sistem tersebut adalah :
a. Strategic Alignment (Planning and
Goal-Setting)
b. Leadership and Knowledge Management
(Implementation)
c. Results-Oriented Performance Culture
(Implementation)
d. Talent Management
(Implementation)
e. Accountability (Evaluating
Results)
a. Strategic Alignment (Planning and
Goal-Setting)
Sistem pertama yang mendukung program
human capital adalah strategic alignment. Menurut Lisa (2006) strategic
alignment ini adalah ,a system led by senior management typically the Chief Human
Capital Officer (CHCO) that promotes alignment of human capital management
strategies with agency mission, goals, and objectives by means of effective
analysis, planning, investment, measurement and management of human capital
management programs. Dalam pengertian ini strategic management merupakan sistem
yang dijalankan oleh manajemen senior, biasanya adalah Chief Human Officer yang
berusaha untuk menyesuaikan strategi HCM dengan misi organisasi, tujuan, yang
diukur dari keefektifan analisis, perencanan investasi, pengukuran dan
manajemen human capital. Tugas dari fungsi human capital management adalah
menyesuaikan strategi human capital management dengan misi, dan tujuan
organisasi dan mengintegrasikan dengan rencana strategis dan anggaran.
b. Leadership and Knowledge Management
(Implementation)
Kepemimpinan dan manajemen pengetahuan
merupakan sistem yang memfokuskan pada kelangsungan kepemimpinan dengan
mengidentifikasi dan merujuk pada potensi kesenjangan dalam kepemimpinan
efektif, implementasi, dan perbaikan program dalam memperoleh pengetahuan dan
mendororng pembelajaran. Dalam pengertian ini kepemimpinan dan manajemen
pengetahuan didefinisikan sebagai is the HCAAF implementation system focused on
identifying and addressing agency leadership competencies so that continuity of
leadership is ensured, knowledge is shared across the organization, and an
environment of continuous learning is present. Manajemen pengetahuan dan
kepemimpinan merupakan implementasi sistem HCAAF yang memfokuskan pada identifikasi
dan merujuk pada kompetensi kepemimpinan sehingga kelangsungan kepemimpinan
dapat dipertahankan, pengetahuan disebarkan keseluruh organisasi dan lingkungan
pembelajaran yang berkelanjutan tetap ada. Standar pelaksanaan dari sistem ini
adalah pemimpin dan manajer dapat mengatur manusia secara efektif, meyakinkan
kelangsungan kepemimpinan, mempertahankan lingkungan pembelajaran yang
mendorong peningkatan kinerja dan menyediakan sarana untuk berbagi pengetahuan
kritis ke seluruh organisasi. Manajemen pengetahuan harus di dukung oleh
investasi yang sesuai dalam pelatihan dan teknologi.
Sumber:
http://xondis.blogspot.com/2014/06/pengertian-human-capital-menurut-para.html?m=1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar